(Komentar mengenai ASG)
Kita melihat bahwa ketidakadilan ada
dimana-mana. Lalu, orang melihat bahwa yang patut disalahkan yaitu Allah.
Pernyataan ini dibenarkan karena mulai dari Nietzche sampai dengan filsuf
post-modernisme, menyatakan bahwa Allah itu sudah tidak ada. Penulis jadi
teringat mengenai seorang pemuda yang datang ke salon untuk dicukur lalu,
pemuda ini mempermasalahkan ketidakadilan yang ada di dunia ini. Lalu, tukang
cukur itu berkata: "Seperti halnya orang yang urakan di jalan, tidak semua
orang urakan mencari saya. Sama halnya dengan ketidakadilan."
Penulis mengerti bahwa harus cukup lama
meresapkan cerita ini, karena cerita ini kaya dengan makna. Dan dengan
ketidakadilan, Gereja ingin berjalan bersama dengan kaum yang terpinggirkan.
Pernah teman saya bertanya mengapa Gereja hanya peduli pada yang miskin
material saja, tetapi tidak berpikir mengenai yang miskin rohaninya. Saya kira
dia belum sepenuhnya mengerti mengenai ketidakadilan yang benar-benar terjadi.
Bahwa mayoritas 'warga' Kerajaan Allah adalah mereka yang tertindas. Oleh
karena itu prefential option for poor harus menjadi nyata ditengah masyarakat.
Sebenarnya ada 2 pokok masalah yang bisa
ditelaah lewat celah analisis. Model pertama yaitu konflik dan model yang kedua
yaitu konsensus. Cara yang lebih radiikal adalah lewat model konflik karena
dalam penelaahannya, orang yang berada di puncak disalahkan karena menjadi
penyebab kemiskinan. Kemiskinan yang membuat martabat manusia direndahkan.
Gereja selalu paham akan perasaan mengenai
martabat manusia. Dan kalau saya merangkum semua ajaran sosial gereja dengan
satu kata yang saya buat maka, martabat manusia menjadi labuhannya. Mengapa
martabat manusia menjadi sangat penting? Karena dari ensilik Rerum Novarum
sampa dengan Cantetismus Annus, terlebih martabat manusia ditonjolkan. Dari
martabat itu bisa digambarkan mengenai keadaan kerja manusia, dan juga asas
keadilan sebagai warga Allah dan warga masyarakat.
Terakhir, apa yang harus dilakukan oleh ku
menyikapi ajaran sosial Gereja. Saya terkesan bagaimana orang berusaha untuk
senantiasa mengembangkan imannya secara bertanggung jawab. Masa-masa muda yang
gembira haruslah diisi dengan suatu pengalaman kasihNya. Caranya bisa lewat bermacam-macam.
Yang penting adalah bagaimana kita menyikapi sebagai manusia yang semakin
memanusiakan diri baik rohani maupun jasmani. Ad Maioreim Dei Gloriam
No comments:
Post a Comment