Setiap
merayakan Ekaristi, kita mengulang kata-kata yang sama yaitu “Saya mengaku...
Saya berdosa, saya berdosa, saya sunguh berdosa..” Kata-kata itu memang membuat
kita terbiasa untuk mengucapkannya. Namun, bukan terbiasanya kita mengatakan
kata-kata itu. Tetapi, pernyataan tobat memiliki kedalaman arti tersendiri di
dalam Ekaristi. Inilah anugerah terindah dari Allah di dalam Ekaristi, yaitu
pertobatan.
Manusia
adalah citra Allah, tidak berarti juga manusia berarti sama dengan Tuhan. Sebab,
Allah dalam perwujudan Puteranya Yesus Kristus, sungguh ALLAH dan sungguh
MANUSIA. Di dalam Redemptoris Hominis, ditegaskan bahwa manusia yang benar
adalah manusia yang menggunakan kebebasannya untuk membentuk diri secitra dengan
Allah dan mengarahkannya kepada Dia. Kadang, kebebasan yang kita terima tidak
kita gunakan dengan baik. Dan oleh karena itu, kita berbuat dosa. Tentu kita
masih mengingat kisah Adam yang memakan apel pengetahuan sehingga diusir dari Taman Eden. Dosa itulah yang membuat kita
terasing dari Allah. Tetapi Allah tetap mencintai kita sebelum dunia dijadikan
(bdk. Doa Syukur Agung)
Walaupun
kita masih berbuat dosa, Allah masih memberikan pengampunan. Pengampunan juga
terjadi di dalam Ekaristi. Paus Yohannes Paulus II berkata “ Syukur kepada
Ekaristi, Gereja terus diperbaharui setiap waktu”. Menurut Iktisar Katekismus
Gereja no. 291 syarat untuk menyambut komuni adalah bersatu secara khusus dengan
Gereja tanpa menyadari dosa maut. Jadi, pernyataan tobat yang kita ucapkan
setiap kita melaksanakan Ekaristi menyatukan kita dengan kurban Kristus di
Altar.
Para Bapa
Gereja menyadari keterkaitan yang kuat antara Ekaristi dan Rekonsiliasi. Bapa
Gereja menyatakan bahwa Rekonsiliasi adalah laboriosus
quidam baptismus. Yaitu suatu pembaptisan yang dilakukan dengan
sungguh-sungguh. Sehingga, secara khusus Ekaristi harus melalui jalan
pertobatan (Sacramentum Caritatis 20). Proses pertobatan dalam Ekaristi itulah
yang membuat kita bersatu secara khusus bersama Allah dan sesama (Persekutuan
Gerejawi)
Lebih
lanjut, pernyataan tobat tidak menggantikan
sakramen tobat. Iktisar Katekismus Katolik no 291 menambahkan bahwa dengan
kesadaran akan dosa berat, orang harus terlebih dahulu melakukan sakramen tobat
untuk dapat menerima komuni kudus. Perbedaan pernyataan tobat dan sakramen
tobat terletak pada pengampunan dosa oleh Imam yang bertindak atas nama
Kristus.
Ternyata,
pernyataan tobat yang kita ucapkan di dalam Perayaan Ekaristi memiliki makna
yang dalam, agar kita bisa bersatu dengan kurban Kristus dalam Ekaristi. Bahkan
situasi batin yang bertobat dengan sungguh-sungguh merupakan praktik yang baik
di dalam Ekaristi. Oleh sebab itu, masihkah kita mengatakan dengan formal
pernyatan tobat, ataukah kita mau secara sungguh-sunguh menyatakan tobat kita? Semoga pernyataan tobat membuat kita semakin
bersatu dengan Kristus.
Alexander Michael
No comments:
Post a Comment